Jumat, 27 Januari 2012

mari bikin sabun


Berbagai macam proses pembuatan sabun:
Saya yakin bahwa di antara anda semua ada yang pernah pada suatu ketika – mungkin waktu masih duduk di bangku sekolah menengah atau bahkan waktu masih di sekolah dasar – memperoleh pelajaran prakarya tentang bagaimana caranya membuat sabun. Atau barangkali sebagian dari anda yang senang kutak-katik mencari tambahan ketrampilan pernah membaca buku tentang hal yang sama.  Semoga saja masih ingat.

Tetapi saya rasa yang anda pelajari hanya satu macam cara atau proses saja bagi pembuatan sabun ini, yaitu yang disebut sebagai “proses dingin” alias tidak menggunakan bantuan panas tambahan dari luar. Sebenarnya ada juga yang memakai “proses panas” yang memanfaatkan tambahan panas dari luar alias direbus atau juga bisa memakai oven.   Satu proses lain lagi adalah yang paling mudah dan aman, tetapi sebenarnya tidak bisa dikatakan “membuat” sabun melainkan hanya memberi sentuhan akhir saja pada pembuatan sabun.   Proses ini disebut melt and pour” atau “lelehkan dan tuangkan” karena caranya hanya melelehkan sabun dasaran (belum pakai warna dan pewangi dan tidak berbentuk serta hanya bahan dasar saja yang dipakai), menambahkan warna dan pewangi serta bahan lain untuk meningkatkan mutunya, lalu menuangkannya ke cetakan sabun yang kita kehendaki.  Nah, di sini kita hanya akan membicarakan “proses dingin” saja karena inilah sebenarnya pembuatan sabun yang aseli warisan nenek moyang kita.

Bagi yang pernah belajar dan masih ingat, pasti akan sepakat dengan saya bahwa sebenarnya membuat sabun itu mudah sekali atau yang lebih tepat, sederhana sekali. Bagaimana tidak sederhana;  kita hanya perlu mencampurkan TIGA bahan utama pembuat sabun, yaitu: minyak atau lemak, soda api (NaOH) untuk sabun padat atau KOH untuk sabun cair, dan air atau cairan lain pengganti air.  Sesederhana itukah? Benar sekali, ya memang sesederhana itu! Hanya saja cara mencampurkan ketiga bahan itulah yang mungkin membuatnya sedikit agak rumit. Apakah air dicampur dulu dengan minyak lalu ditambah soda, atau minyak dengan soda dahulu atau bagaimana? Yang lebih rumit lagi, seperti apa sebaiknya perbandingan volume atau berat masing-masing bahan agar tercipta sabun berkualitas atau sabun yang kita idam-idamkan. Itu semua akan kita bahas sebentar nanti.

Sebelum kita bahas cara mencampur ketiga bahan tersebut sebaiknya kita ulas dulu masing-masing bahan tersebut.
Minyak/Lemak.
Minyak apa saja yang bisa kita pakai? Yang terang bukan sebangsa minyak tanah atau bensin
dan sejenisnya, tetapi minyak atau lemak yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati) maupun dari binatang (lemak hewani). Pada awalnya lemak binatang lebih banyak dipakai daripada minyak nabati, namun sekarang sebagian besar yang dipakai adalah minyak nabati, meskipun masih banyak sabun yang memakai lemak hewan. Di sinilah letak kerawanan sabun bagi umat Islam, karena banyak sabun (terutama yang diimpor dari luar negeri) yang juga memakai lemak hewan yang berasal dari babi (dalam bahasa Inggris biasanya ditulis sebagai “lard” sedangkan lemak sapi disebut “tallow”) atau hewan lain yang disembelih tanpa ucapan “bismillah” alias bangkai dalam pengertian hukum Islam.  Lemak hewan menghasilkan sabun yang lebih keras, sedangkan minyak nabati menghasilkan sabun yang lebih lunak.  Salah satu minyak nabati yang bisa menghasilkan sabun yang keras adalah minyak kelapa.  Loh, kok minyak kelapa?! Emangnya sabun dibuat dari minyak kelapa yang dipakai menggoreng kerupuk dan tempe? (Sekarang kebanyakan pakai minyak goreng dari kelapa sawit).  Iya, benar! Demikian juga minyak sawit alias minyak goreng ! Bahkan ada pembuat sabun yang mendaur-ulang minyak jelantah alias minyak bekas menggoreng, sebagai bahan pembuat sabun (sesudah dibersihkan/disaring tentunya dan sabunnya juga hanya untuk mencuci piring atau pakaian saja seharusnya)! Bayangkan saja kalau minyak jelantah penggoreng ikan yang dipakai, sabunnya kita pakai untuk wajah!

Memang semua pabrik atau pembuat sabun tidak memakai nama awam bagi bahan yang sabun yang dipakainya. Mereka pilih memakai nama Latin seperti cocus nucifera alias kelapa atau oleum cocos untuk minyak kelapa; oleum elaeis alias minyak sawit atau minyak goreng; oleum Maydis alias minyak jagung dan sebagainya. Mungkin supaya kedengaran keren atau tidak ketahuan bahwa semuanya adalah bahan yang ada di dalam rumah atau dapur kita.
Minyak yang paling umum dipakai adalah minyak sawit. Murah (di Indonesia, tetapi tidak di Barat sono). Minyak kelapa kan mahal sekarang, kira-kira 2 X harga minyak sawit – apalagi kalau minyak sawit yang dipakai adalah minyak goreng curah. Untuk sabun yang lebih eksklusif dan berkelas orang memakai tambahan minyak zaitun (lih.gambar), minyak kedelai, minyak canola, bunga matahari, cocoa butter (mentega cacao) – semuanya barang impor; ada juga yang namanya shea butter yang bahannya berasal dari Afrika, sangat bagus untuk sabun. Bahkan apa yang banyak dikenal para pembuat kue sebagai mentega putih atau vegetable shortening yang membuat kue renyah, dipakai juga sebagai campuran bahan sabun.  Ada lagi minyak yang disebut RBO alias Rice Bran Oil atau nama Indonesianya Minyak Dedak karena dibuat dari dedak yang dihasilkan waktu menggiling padi.  Meskipun bahannya tersedia dalam jumlah jutaan ton, di Indonesia kelihatannya belum ada yang membuat RBO – yang kita temukan di super market masih barang impor dari Thailand. RBO ini sangat bagus untuk membuat sabun karena kandungan vitamin E nya sangat tinggi.
Soda-api atau soda kostik (Soda Natrium – NaOH)
Ini merupakan zat yang bersifat basa atau alkali, yang dibuat dari abu pembakaran kayu (paling baik dari kayu keras). Soda-api adalah basa yang kuat dan akan “membakar” kulit bila kristal
/serbuk atau larutannya tersentuh oleh kulit kita. Pakaian pun bila terpercik olehnya akan bolong jadinya, sama dengan kalau terkena asam sulfat (asam pengisi aki mobil/motor). Kalau saluran air (wastafel atau bak cuci piring) anda kebetulan tersumbat, soda-api bisa menjadi solusinya. Itulah makanya soda-api selalu tersedia di toko bahan bangunan. Namun, jangan khawatir dulu, mengapa bahan yang begitu berbahaya kok ternyata menjadi bahan utama pembuatan sabun yang anda pakai di kulit termasuk wajah anda. Di kalangan pembuat sabun ada ungkapan bahwa: “bukan sabun kalau tidak memakai soda-api” (ungkapan ini ada karena sekarang banyak bahan pembersih -termasuk untuk kulit manusia- yang memanfaatkan deterjen sintetis – yang sebenarnya tidak ramah kulit – yang dibuat tanpa bantuan soda-api). Bahkan sabun cair pun harus dibuat memakai “soda-api” juga meskipun berbeda jenisnya, yaitu soda kalium atau KOH. Akan kita lihat nanti apa yang diperankan oleh zat berbahaya ini dalam pembuatan sabun.

Air tidak usah kita bahas terlalu panjang karena fungsinya hanya sebagai pelarut soda-api meskipun volume air yang dipakai juga harus ditakar sedemikian rupa, karena banyaknya air yang dipakai akan sangat mempengaruhi konsistensi atau kepadatan/kekerasan sabun yang dihasilkan. Asal tahu saja bahwa dalam hal SoapyNature, kira-kira separuh dari air yang dibutuhkan diganti dengan SUSU (susu sapi atau susu kambing untuk sabun jenis tertentu).
Saponifikasi atau penyabunan: Nah, kini tiba saatnya kita bicarakan tentang proses terjadinya sabun. Saponifikasi (bukan dari kata “sapo” yang dijual di restoran, tetapi dari kata “savon” yang artinya sabun) adalah proses bereaksinya lemak atau minyak dengan alkali (soda-api) di mana sifat “keras” soda-api akan dijinakkan menjadi netral oleh lemak dan sebaliknya triglycerida yang terkandung dalam minyak/lemak diubah menjadi garam asam lemak dan glycerol atau glycerin. Dalam hal ini jumlah minyak/lemak yang tersedia harus cukup untuk menetralkan semua alkali yang dipakai – kalau tidak maka sabun akan bersifat “keras” dan bisa merusak kulit. Kita mengenal istilah angka saponifikasi yang menunjukkan porsi alkali yang diperlukan untuk mengubah minyak menjadi sabun. Angka saponifikasi masing-masing jenis minyak berbeda karena kandungan asam lemak mereka juga berbeda. Angka saponifikasi inilah yang “harus diketahui” oleh semua pembuat sabun – ada tabelnya untuk banyak macam minyak. Tetapi ada juga program komputer untuk menghitung banyaknya soda-api yang harus dipakai untuk campuran berbagai macam minyak dengan takaran yang berbagai macam pula. Kita bisa mengatur campuran berbagai macam minyak sedemikian rupa agar sabun lebih keras, atau lebih melembabkan, lebih banyak buih “bubble” (gelembung-gelembung) atau buih krimnya.

pH Sabun
pH adalah istilah kimia yang menunjukkan tingkat keasaman, kebasaan atau kenetralan suatu zat. Angkanya berkisar dari nol  s/d 14 – dengan sifat/keadaan netral berada di angka 7. Makin rendah angkanya (di bawah 7), maka sifat zat itu makin asam sedangkan makin tinggi (diatas 7) berarti makin kuat sifat basanya. Untuk sabun, pH 7 adalah yang paling bagus karena netral, namun sangat jarang sabun (bahkan sabun komersial) yang pH-nya 7 alias netral.  pH 10 dikatakan masih bisa diterima untuk sabun (bahkan sabun komersialpun ada yang pH-nya 10). Namanya tak usahlah dtulis di sini – ntar saya bisa dikenai pasal yang dikenakan pada mbak Prita. Untuk sabun “handmade”, makin tua umurnya, pHnya akan makin turun.  SoapyNature yang baru keluar dari cetakan pH-nya juga 10, tetapi yang sudah beberapa bulan, ada yang turun sampai 8. pH bisa diukur memakai kertas lakmus atau bisa juga yang lebih akurat dengan pH meter


Mengapa membuat sabun sendiri atau mengapa sabun buatan tangan?
Sebelum kita melanjutkan bicara tentang proses membuat sabun, saya yakin pertanyaan ini perlu dijawab. Di atas disebutkan bahwa saponifikasi juga menghasilkan glycerin. Ini adalah zat cair yang bersifat hidroskopis alias menyerap/mengikat uap air dari udara dan karena itu mampu membuat kulit menjadi lebih lembab, tidak kering. Nah, di pabrik sabun komersial glycerin ini dipisahkan untuk dijual terpisah – tetapi pembuat sabun handmade tidak melakukan hal ini sehingga sabun handmade mengandung glycerin alami. Ada juga sabun pabrik yang ditambahi glycerin secara khusus, tetapi bagi umat Islam disini pula letak kerawanannya. Glycerin dapat dibuat juga dari lemak hewan dan kehalalan lemak tersebut bisa menjadi pertanyaan besar. Membuat sendiri sabun kita juga memberi kita kebebasan menentukan, sabun seperti apa yang kita ingin pakai, meskipun harganya mungkin bisa jatuh lebih mahal daripada sabun pabrik/komersial pada umumnya.

Membuat larutan soda-api
Untuk membuat terjadinya reaksi saponifikasi, soda-api harus dilarutkan terlebih dahulu. Jadi yang harus dicampur pertama kali adalah soda-api dengan air. Seberapa banyak air atau cairan yang harus digunakan untuk melarutkan soda-api yang akan kita pakai? Ada rumus yang menganjurkan perbandingan berat (bukan volume) air dengan minyak yang dipakai sebesar 38%. Ada juga anjuran agar porsi soda-api dalam larutan kurang dari 40% agar sabun yang dihasilkan tidak mengandung sisa soda-api (alias pH-nya mendekati netral). Yang jelas, ada larangan dalam membuat larutan soda-api, yaitu: jangan membuat larutan soda-api dalam bejana aluminum dan jangan menuangkan air kedalam bubuk/ kristal soda-api. Aluminum akan bereaksi dan termakan oleh larutan soda-api, dan akan terjadi
gejolak/letupan bila soda-api dituangi air – jadi harus sebaliknya: soda-api dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam air (harus air dingin – bahkan kalau bisa pakai es lebih baik/aman) sambil diaduk. Sesudah soda-api terlarut dalam air, larutan akan menjadi panas (sangat panas). Jangan sampai terpercik ke luar dan mengenai kulit atau pakaian kita (pakailah sarung tangan, baju lengan panjang dan gogle pelindung mata). Larutan soda-api yang panas ini harus dibiarkan dulu di tempat aman sampai menjadi dingin sebelum dicampur dengan minyak (agar cepat dingin rendam bejananya dalam bak air yang mengalir).
Superfatting
Istilah ini kalau di-Indonesiakan artinya adalah “melebihkan minyak”. Istilah ini mendasarkan diri pada minyak/lemaknya sedangkan kalau dilihat dari segi soda-api (lye) nya, istilahnya disebut “lye discount” alias “pengurangan soda-api”. Secara sederhana maksudnya adalah, tidak semua minyak yang dipakai akan diikat atau diubah oleh soda-api menjadi garam asam lemak – berarti masih ada minyak yang tersisa yang terkandung dalam sabun. Pada umumnya sabun handmade (begitu pula halnya dengan SoapyNature) memanfaatkan opsi ini dengan 5% superfatting alias, sebanyak 5% minyak yang dipakai tetap ada di dalam sabun untuk melembabkan kulit, apalagi kalau dalam campurannya terdapat minyak zaitun yang berkhasiat bagus untuk kulit!  Superfatting juga membantu agar pH sabun nanti lebih mendekati netral karena alkali-nya akan bereaksi semua dengan minyak
Menyiapkan campuran minyak
Ada banyak resep yang bisa kita pakai dengan segala macam campuran minyak yang bisa kita peroleh atau bila anda cukup kreatif bisa saja bereksperimen sendiri dengan berbagai campuran minyak. Semua resep yang ada biasanya sudah menunjukkan pula berapa soda-api yang diperlukan. Satu hal penting untuk diperhatikan adalah bahwa semua resep berdasarkan berat (bukan dalam volume) apapun juga satuan beratnya sehingga diperlukan timbangan yang akurat, sebaiknya timbangan digital. Yang penting dan harus diperhatikan dalam meracik campuran minyak adalah sifat masing-masing minyak itu sendiri yang dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang dikandungnya. Minyak kelapa misalnya, mempunyai kandungan asam laurat yang tinggi (hampir 50%) sehingga pengaruhnya pada sabun adalah lebih keras konsistensinya, lebih kuat daya penghilang lemaknya (membersihkan dengan lebih baik), dan lebih banyak busa gelembung (bubble)nya. Karena lebih menghilangkan lemak di kulit, maka terlalu banyak minyak kelapa dalam racikan/resep sabun akan menyebabkan sabun yang dihasilkan bisa membuat kulit cenderung kering. Lain dengan minyak zaitun yang sangat tinggi kandungan asam oleatnya sehingga satu-satunya kelebihan penting sekali yang dimiliki minyak zaitun adalah sifat “conditioning”, melembabkan dan melembutkan kulit. Begitu juga dengan RBO alias Minyak Dedak.
Mencampurkan Larutan Soda-api dengan Campuran Minyak
Ini tidak boleh dilakukan pada saat salah satu dari keduanya masih panas suhunya – jadi
suhunya harus kira-kira sama dengan suhu ruangan kita. Caranya, kita tuangkan pelahan-lahan larutan soda-api ke dalam minyak, sambil diaduk pelahan-lahan. Bila semua sudah tertuang, harus diaduk terus (gerakkan pengaduk membuat angka 8)sampai tercapai keadaan yang dinamakan “trace” (bila pengaduk digoreskan ke permukaan adonan akan meninggalkan bekas goresan atau ketika pengaduk diangkat ada adonan yang ikut menempel dan mengucur seperti tali dari ujungnya) atau dengan kata lain menjadi kental, tetapi tidak terlalu kental. Kalau mau, dan bahkan lebih baik, pengadukan bisa dilakukan dengan “stick blender” atau “mixer” yang biasa dipakai membuat adonan kue – gunakan kecepatan rendah atau sedang saja.  Kalau dengan “stick blender” trace bisa terjadi sangat cepat.  Pengadukan bisa memerlukan waktu sampai 20-30 menit sebelum “trace” tercapai. Pada saat awal tercapainya “trace” merupakan saat tepat untuk menambahkan pewarna ataupun pewangi bila diinginkan.
Mengimbuhkan warna dan aroma
Ini sangat tergantung selera. Saya pakai istilah aroma dan bukan pewangi karena ada yang suka aroma yang tidak wangi tetapi sedap seperti berbagai rempah-rempah, misalnya kayumanis. Yang perlu diketahui tentang aroma adalah ada pewangi alami (termasuk rempah-rempah, minyak atsiri -cengkeh, pala, bunga mawar, melati, dsb) dan aroma sintetis/buatan yang bisa meniru/memalsukan segala macam aroma. Yang baik tentu saja yang alami meskipun banyak orang lebih tertarik pada bau/aroma yang wangi tanpa peduli apakah bahannya sintetis atau alami. Padahal kata para ahli, pewangi sintetis bisa berpengaruh pada kesehatan kulit (alergi) sedangkan yang alami lebih jarang menimbulkan alergi. Bisa dipastikan semua sabun pabrik yang wanginya kuat menyengat bahan pewanginya sintetis, karena minyak atsiri yang dipakai sebagai pewangi harganya sangat mahal dan aromanya cenderung lembut.  Kita juga harus berhati-hati kalau memakai pewangi sintetis (umumnya disebut sebagai FO atau fragrant oil) karena ada jenis tertentu yang cenderung membuat adonan sabun cepat sekali mengental!  Saya pernah mengalaminya juga dan ini bisa sangat merepotkan kalau cetakan sabun yang kita pakai menuntut adonan sabun tidak terlalu kental (misalnya cetakan dari pipa PVC).

Tentang pewarna, agak lebih sulit karena pewarna yang diperdagangkan dan harganya terjangkau lebih banyak berbasis air sedangkan untuk sabun, yang baik adalah yang berbasis minyak (kan bahan sabunnya dari minyak). Bisa juga memakai pewarna alami seperti kunyit, kayumanis, indigo/nila, atau yang dibuat dari alam adalah senyawa oxide (titanium dioxide, iron oxide), aquamarine, bentonit dsb. Bentonit malah juga bisa berfungsi sebagai exfolian (scrub). Serbuk habatussauda memberi warna hitam sekaligus sebagai exfoliant, demikian juga dengan serbuk kayumanis (warna cokelat tua).

Mencetak sabun
Bila “trace” telah tercapai dan warna serta pewangi telah dicampurkan, tibalah saatnya sabun kita cetak. Anda bisa menggunakan apa saja sebagai cetakan asal bahannya bukan aluminum. Sebelum dituangi adonan cetakannya diolesi dulu dengan lemak/minyak atau vaselin agar tidak lengket. Bisa juga dialasi dengan kain basah (diperas) atau kertas berlapis platik (yang biasa dipakai membungkus makanan olahan termasuk nasi. Pipa pvc dapat juga dipakai sebagai cetakan yang praktis meskipun terkadang kalau sabun sudah keras bisa sulit keluar dari cetakan (bila terjadi masukkan dulu semua ke dalam freezer selama 10-20 menit – sabun akan mudah keluar dari pipa).

Sesudah semua dituang/dicetak, meraka harus ditutup dengan kertas tissue (towel paper), lalu diselimuti berlapis-lapis (agar panas yang terjadi tidak hilang ke luar) antara 8 – 24 jam baru bisa dikeluarkan dari cetakan. Dalam 2-3 jam sesudah dituang ke cetakan dan diselimuti rapat, adonan sabun akan menjadi sangat panas meskipun masih bisa dipegang wadahnya. Pada saat itu adonan sabun mengalami fase jel (berubah menjadi jel). Bahkan sesudah lebih dari 12 jam pun, asal selimutnya belum dibuka, masih akan tetap panas. Namun ada pembuat sabun, termasuk saya yang kadang tidak suka dengan fase jel ini (karena membuat warna sabun jadi sangat lebih tua) sehingga sesudah dituang di cetakan tidak diselimuti.

Terserah pada anda bagaimana anda mau memotong sabunnya bila sudah keluar dari cetakan. Yang perlu diperhatikan adalah, sabun perlu waktu untuk “curing” atau menjadi matang antara 2- 6 minggu (pada prakteknya saya biasa memakai sabun yang saya bikin dengan aman sesudah satu minggu) dengan ditaruh di tempat terbuka dan berangin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar